Hampir setiap orang menggantungkan harapan kepada pendidikan untuk melahirkan generasi-generasi muda yang menguasai beragam ilmu dan pengetahuan, yang mampu memanfaatkan poensi diri dan setiap peluang dan pada akhirnya menjadi manusia-manusia yang sukses dalam setiap hal. Pendidikan seakan-akan menjadi syarat mutlak sebuah kesuksesan. Namun pada kenyataannya, terkadang seseorang berhasil mencapai jenjang pendidikan yang tinggi tetapi kurang berhasil dalam kehidupan, atau sebaliknya, tak jarang seseorang suskes dalam kehidupan, tetapi pencapaian akademiknya biasa-biasa saja.
Perkins (1958) menyatakan bahwa konspe diri adalah semua persepsi, kepercayaan, perilaku dan nilai-nilai yang digunakan diri seseorang untuk mendeskripsikan dirinya sendiri, dan konsep diri seorang anak berubah seiring dengan cara pandang dirinya pada suatu periode waktu. Sementara itu, Smith dkk (1977) mengungkapkan bahwa konsep diri adalah suatu cara pandang yang kompleks dan dinamis dalam diri seseorang terhadap dirinya sendiri dan konsep diri adalah sesuatu yang terukur. Konsep diri diukur dalam dua area yaitu akademik dan non akademik. Gunawan (2005) menyebutkan bahwa konsep diri akademik terkait dengan kemampuan verbal/bahasa dan matematika. Sedangkan untuk non akademik, menurut Marsh dalam Yan dan Haihui (2005), konsep diri diukur melalui delapan parameter yang mencakup: penampilan fisik, kemampuan fisik, hubungan sesama jenis, hubungan lain jenis, hubungan dengan orang tua, kestabilan emosi, kepercayaan dan kejujuran, serta konsep diri secara umum.
Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain. Dalam proses tersebut, konsep diri dipengaruhi oleh beberapa factor. Puspasari (2007) menyatakan bahwa perkembangan dari proses pengenalan diri sendiri dipengaruhi oleh factor yang mengikuti perkembangan seorang anak seperti pengaruh keterbatasan ekonomi, isolasi lingkungan, ataupun pengaruh usia individu tersebut.
KONSEP DIRI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENCAPAPAIAN AKADEMIK SISWA
Konsep diri merupakan seperangkat instrument pengendali mental dan karenanya mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Gunawan (2005) menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai konsep diri positif akan menjadi invidu yang mampu memandang dirinya secara positif, berani mencoba dan mengambil resiko, selalu optimis, percaya diri, dan antusias menetapkan arah dan tujuan hidup. Terkait dengan pencapaian akademik, hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Shupe dan Yager (2005) dan Yeung dan Marsh dalam O’Mara dkk (2006) menunjukkan bahwa konsep diri dan pencapaian akademik siswa adalah dua hal yang saling memperngaruhi. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam berbagai tingkatan mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguran tinggi, seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung memiliki pencapapaian akademik yang lebih baik.
Melihat besarnya pengaruh konsep diri terhadap keberhasilan seseorang, tak heran jika sekolah-sekolah berrupaya untuk mengintegrasikan pembentukan konsep diri ke dalam aktivitas belajar mengajar di dalam dan di luar kelas. Aktivitas sekolah terkait dengan pembentukan konsep diri dilakukan sepanjang masa belajar dari tingkat dasar sampai jenjang pendidikan tinggi, sebagaimana yang diungkapkan Cotton (1993), meskipun, O’Mara dkk (2006) menyebutkan bahwa intervensi guru dalam aktivtas kelas untuk pembentukan konsep diri memberikan respon paling nyata ketika siswa berada pada masa sekolah menengah dimana siswa pada usia ini memiliki keterlibatan paling tinggi dalam aktivias kelas dibandingkan dengan rekannya yang lebih muda di sekolah dasar ataupun yang lebih tua di perguruan tinggi.
Secara lebih spesifik, Cotton (1993) menguraikan program pengembangan konsep diri anak dilakukan pada basis yang berbeda, dari mulai kelas, sekolah sampai wilayah. Cotton menyatakan bahwa pembentukan konsep diri di dalam kelas dilakukan dengan memberikan tugas berbasis kelompok dan berorientasi kepada pengembangan kemampuan afektif siswa, serta penggunaan umpan balik terhadap kemajuan pembelajaran siswa, dan mengupayakan partisipasi aktif dan komunikasi yang terbuka antara guru – murid – walimurid. Ke semua hal tersebut dilakukan melaui berbagai kegiatan kelas seperti rotasi teman sebangku, pembuatan papan apresiasi siswa terhadap siswa yang lain sekaligus pengisian papan pernyataan penyesalan atas kesalahan yang diperbuat siswa terhadap siswa yang lain, pendampingan siswa korban narkoba, pengajaran ketrampilan hidup, penunjukan relawan sebaya sebagai tutor dalam belajar, serta penguatan kemampuan matematika dan bahasa siswa. Program yang dilakukan secara kontinyu tersebut, menghasilkan perubahan positif dalam diri siswa seperti penurunan angka drop out, peningkatan kehadiran siswa, penurunan kegagalan siswa dalam mata pelajaran, dan meningkatnya rasa kepedulian siswa terhadap lainnya.
Siapa saya? Mungkin ini menjadi salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab sesorang jika ingin maju dan berkembang. Konsep diri merupakan cuatu cara untuk menjawab pertanyaan ini. Kini, di saat pendidikan menjadi tulang punggung untuk menciptakan individu yang berkualitas, pembentukan konsep diri positif pada anak didik adalah suatu hal yang tak dapat ditinggalkan, yang harus dilakukan secara kontinyu dan menyeluruh pada setiap tahapan perkembangan anak didik. Di luar rumah, aktivitas kelas dan lingkungan sekolah memberikan warna terhadap pembentukan imdividu anak didik, yang dalam prosesnya peran guru adalah sangat vital. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya kesadaran, kemauan dan kreativitas guru untuk mengintegrasikan pembentukan konsep diri yang positif ke dalam kegiatan pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar